MONUMEN TRIP KOTA MALANG SEBAGAI FUNDAMENTAL NASIONALISME BAGI GENERASI MILENIAL

MONUMEN TRIP KOTA MALANG

SEBAGAI FUNDAMENTAL NASIONALISME BAGI GENERASI MILENIAL

MUHAMMAD MANAJAD, S.Pd.MM

( Guru IPS SMPN 25 Kota Malang)

Disamapaikan dalam kegiatan internalisasi kebangsaan di Bangka Belitung Juli 2019

Pada saat kekuatan pertahanan militer Jepang mulai terdesak dalam perang Asia Timur Raya oleh pasukan sekutu di berbagai medan pertempuran. Pemerintah Jepang mulai merubah strategi kebijakan di daerah jajahan dari strategi keras ke lunak, termasuk  di Indonesia. Janji kemerdekaan yang dijanjikan pada awal kedatangannya mulai diwujudkan.

Pada tanggal 1 Maret 1945, Pemerintah Militer Jepang di Jawa mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang kemudian diresmikan tanggal 28 Mei 1945 di gedung Chuo Sangi In. Tugas utama BPUPKI adalah melakukan penyelidikan dan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.  Serangkaian sidang dilakukan, yang   menghasilkan; pernyataan Indonesia merdeka, Pembukaan UUD, dan Batang Tubuh UUD (UUD 1945). Keberhasilan BPUPKI dalam menjalankan tugasnya  sebagai badan yang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, maka selesailah tugas badan ini dan kemudian berubah bentuk menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Badan ini bertugas mempersiapkan dan melaksanakan proses kemerdekaan Indonesia.

Pada saat Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu tanggal 14 Agustus 1945 dan rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945. PPKI melakukan serangkaian sidang diantaranya terkait dengan konsep pertahanan negara.  Sidang kedua PPKI pada 19 Agustus 1945 menghasilkan putusan perlunya dibentuk alat pertahanan negara yang sebaik-baiknya.  Hasil keputusan ini diperkuat oleh hasil sidang ketiga pada 22 Agustus 1945 tentang pembentukan badan pertahanan Negara yang disebut Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Keputusan sidang PPKI ketiga ditindaklanjuti oleh pidato Presiden Soekarno pada tanggal 23 Agustus 1945. Dalam pidato itu Presiden mengumumkan berdirinya tiga lembaga yaitu Komite Nasional  Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Tugas dari BKR adalah menjaga keamanan umum di seluruh Indonesia dan yang ada di daerah daerah BKR berada dalam koordinasi KNI.

Pidato Presiden disambut baik oleh para pemuda, terutama para pemuda yang memiliki pengalaman militer di Peta, Heiho, dan KNIL. Mereka bermaksud memanfaatkan BKR sebagai wadah berjuang untuk membela tanah air Indonesia. Tanpa terkecuali para pemuda di daerah Malang banyak yang menggabungkan diri dalam BKR. Di Malang BKR  dibentuk pada tanggal 24 Agustus 1945, sebagai langkah awal untuk menopang fungsi dari BKR  adalah bagaimana cara memiliki senjata. Salah satu cara untuk memperoleh senjata dengan melucuti dan merampas persenjataan tentara Jepang. Persenjataan ini digunakan para pejuang Indonesia dalam melawan tentara Jepang, Sekutu, dan Belanda.

Perubahan nama lembaga pertahanan negara dari BKR (Badan Keamanan Rakyat), TKR (Tentara Keamanan Rakyat), kemudian TRI (Tentara Republik Indonesia) tidak mengubah semangat juang berbagai elemen masyarakat dalam mempertahankan kemerdekaan  Indonesia. Tidak terkecuali kelompok pelajar ikut aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dengan membentuk tentara  formal kesatuan pelajar.

Pada 24 Januari 1946 TKR berubah menjadi TRI maka TKR pelajar berubah menjadi TRI Pelajar pada tanggal 26 Januari 1946 yang kemudian dikenal dengan sebutan TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar). Penggemblengan  TRIP terpusat di daerah Mojokerto, untuk dibekali berbagai macam teknik perang. Teknik dasar inilah nanti yang digunakan TRIP dalam melawan serangan Belanda di berbagai wilayah Indonesia. Heroisme para pelajar yang tergabung dalam TRIP sungguh luar biasa. Pertempuran Jalan Salak (Sekarang Jalan Pahlawan TRIP) di Kota Malang menjadi saksi betapa hebat dan luar biasa semangat juang para pelajar dalam mempertahankan kemerdekaan.

Nasionalisme yang tertanam dalam dada para pelajar yang sedang menuntut ilmu di Malang menjadi sebuah simbol besar rasa cinta tanah air mereka terhadap bumi pertiwi. Para pelajar rela mengorbankan waktu untuk  belajar sambil bertempur melawan penjajah walaupun masa depan dan nyawa mereka menjadi taruhannya.

Dari paparan tersebut di atas menunjukkan bahwa peran para pelajar pada perang kemerdekaan begitu menonjol salah satunya adalah monument TRIP di jalan Ijen kota Malang menjadi saksi bisu perjuangan para pelajar dalam mempertahankan kemerdekaan. Pada era milenial menjadi sebuah permasalahan tersendiri terkait dengan tingkat rasa nasionalisme pelajar yang mulai pudar. Setiap zaman akan melahirkan generasi yang berbeda dalam hal pandangan tentang nasionalisme dan cara mengekspresikannya. Nasionalisme adalah hal  penting yang wajib dimiliki generasi  milenial,  karena  generasi yang  nasionalismenya pudar  akan menjadi bangsa yang rapuh. Semangat untuk berkontribusi terhadap negara pun tergerus hinga pada akhirnya lenyap. Karena begitu fundamen sekali keberadaan nasionalisme generasi muda terhadap keberlangsungan sebuah bangsa maka  penanaman  nasionalisme kepada generasi muda-para pelajar sudah menjadi sebuah keharusan dilakukan melalui cara yang selaras dengan tantangan dan jiwa zamannya. Pada tulisan ini akan mengupas keberadaan Monumen TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar) dalam membangkitkan nasionalisme pelajar di Kota Malang.

1.                1. Pertempuran Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) di Kota Malang


 

                                                     Monumen TRIP Kota Malang



                                                   MAKAM TRIP Kota Malang


                                                                  SIMBOL TRIP

Monumen Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) berada di ujung utara  Jalan Ijen Kota Malang, tepatnya di depan gereja Katholik Ijen, berdiri tegak di tengah-tengah pertigaan antara jalan Pahlawan TRIP dengan Jalan Ijen. Monumen tersebut menggambarkan tentang perjuangan para pelajar yang berusia 14-18 tahun dalam mempertahankan kemerdekaan. Di sebelah kiri monumen terdapat monumen makam para pahlawan TRIP  yang gugur dalam pertempuran perang kemerdekaan melawan pasukan Belanda pada Agresi Militer I 1947.

Setelah penandatanganan perjanjian Linggajati 25 Maret 1947 antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda yang diantara isinya adalah Belanda mengakui wilayah Indonesia secara de facto Jawa, Sumatera, dan Madura. Kata de facto dalam perjanjian itu menunjukkan terdapat etikat tidak baik terhadap perjanjian Linggajati.  De facto artinya nyata, berdasarkan kenyataan wilayah yang diakui adalah Jawa, Sumatera, dan Madura. Jika suatu saat wilayah itu diserang dan dapat dikuasai lagi oleh Belanda maka secara de facto wilayah Indonesia akan berkurang dan sah secara de fakto.

Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda merealisasikan rencananya, Brigade Infantri KNIL, yang berpangkalan di Surabaya berhsil menerobos pertahanan lini Divisi VII Untung Suropati di daerah Porong. Sedangkan Brigade Marine berhasil melukan pendaratan Amphibi di pantai Pasir Putih Situbondo menuju daerah timur,  yaitu Bondowoso, Jember dan sekitarnya dan menuju daerah  barat,  yaitu Besuki, Probolinggo, Pasuruhan  dan secara ofensif menuju ke selatan, yaitu ke Gempol, Pandaan, Lawang, dan Malang.

Persenjataan Divisi VII Untung Suropati yang cukup kuat dan lengkap membuat Brigade KNIL bergerak secara berhati-hati menuju Malang, akibatnya pada tanggal 23 Juli 1947 baru sampai di daerah Lawang. Penghadangan terhadap gerakan pasukan Belanda dilakukan oleh Pasukan Polisi Perjuangan, Pasukan Pelajar, laskar Hisbullah,  dan Sabilillah.  Jalan raya antara Lawang sampai Malang penuh dengan rintangan yang berupa pohon-pohon yang ditebang, jebakan tank, dan beberapa ranjau darat.

Sebagai persiapan penyerangan ke Malang Brigade KNIL membutuhkan waktu satu minggu untuk mengatur strategi sambil menungu bala bantuan dari Brigade Marine yang berada di daerah Situbondo. Strategi ini diterapkan karena menyangka daerah Malang akan dipertahankan mati-matian oleh Divisi VII Untung Suropati yang memang mempunyai persenjataan yang lengkap dan kuat.

Sementara itu, di Kota Malang pada tanggal 22 Juli 1947, staff  Divisi Untung Suropati memberikan arahan kepada para pemimpin TRIP untuk merencanakan pertahanan Kota Malang. Sebelum serangan Belanda tiba di Malang, Kota Malang akan dikosongkan dan objek-objek yang vital akan dibumihanguskan, termasuk kantor telegraf. Pada waktu itu pasukan TRIP Batalyon 5000 Malang semua anggotanya tersebar di beberapa tempat, pasukan tempur telah dikirimkan ke garis depan di daerah Porong, Pandaan dan Tretes-Trawas. Sebagian pasukan masih berada dan tersebar di daerah Malang Selatan untuk memberikan penerangan kepada rakyat tentang perlunya pertahanan rakyat (volk defence) sebagai upaya untuk mempersiapkan rakyat menghadapi segala kemungkinan dari musuh. Sedangkan pasukan lainnya berada di Kota Malang dengan pimpinan Komandan Batalyon Soesanto.

Sebagai bentuk pelaksanaan politik bumihangus, pada tanggal 23 Juli 1947 gedung dan pabrik di Kotalama sudah rata dengan tanah. Kerusakan besar terjadi di Alun-alun Contong, Gedung BRI, Kantor Keresidenan, hingga Gedung Rakyat (Onderling Belang) hancur oleh bom-bom yang sengaja dipasang. Bangunan-bangunan lain yang dihancurkan adalah Hotel Negara (Splendid Inn), Hotel Palace dan Bioskop Rex. Taktik bumi hangus dilakukan agar Belanda sekalipun bisa merebut Kota Malang tidak akan mendapatkan apa-apa. Bahkan bangunan yang dibumihanguskan mencapai hampir 1000 gedung.

Pada tanggal 31 Juli 1947, pukul 03.00 pasukan Belanda menyerbu Kota Malang dengan mempergunakan senjata-senjata dan beberapa kendaraan berat. Sesekali terdengar ledakan mortir di beberapa sudut kota. Penguasaan Kota Malang berjalan dengan mudah karena kota telah dibumihanguskan dan dikosongkan oleh Divisi VII Untung Suropati dan Kota Malang dinyatakan sebagai kota terbuka, sedangkan pertahanan bergeser ke Malang  selatan.

Di dalam Kota Malang, pasukan TRIP telah bersiaga menghadang pasukan Belanda. Sampai di Lapangan Pacuan Kuda Betek, Jl. Salak (sekarang Jl. Pahlawan TRIP), terjadi tembak menembak antara pasukan TRIP dan Belanda selama 5 jam.  TRIP melawan dengan gigih tentara Belanda yang sudah terlatih. Pada saat itu, tentara Belanda menggunakan persenjataan lengkap dan beberapa tank. Sementara para pejuang TRIP, hanya memakai senjata yang seadanya. Bahkan dengan sadis tentara Belanda menabrakkan dan melindas kerumunan tentara TRIP sampai mereka tewas dengan sebuah tank. Lebih 34 pelajar gugur dan beberapa lainnya luka-luka tertawan termasuk komandan kompi. Komandan Batalyon 5000, Soesanto, tertembak di tempat terpisah di Jalan Ijen dekat Gereja Katolik ketika sedang mengendarai motor hingga dia menabrak tembok sebuah bangunan. Bukan hanya tentara pelajar yang menjadi korban. Pelajar yang bukan tentara juga jadi korban. Tentara Belanda terus menyerbu rumah sakit Celaket mencari tentara. Mereka tidak bisa membedakan antara anggota Palang Merah dan tentara pejuang. Dua orang anggota Palang Merah Pemuda tertangkap dan dibunuh. Sebuah laporan menyebutkan salah seorang di antaranya matanya dicungkil.

Agresi Belanda I menyebabkn Pusat Komando TRIP berpindah ke Gabru, Kediri dan Madiun. Markas Komando Pusat TRIP berkedudukan di Gabru, Markas Komando I (gabungan dari Batalyon 1000 dan Batalyon 2000) berkedudukan di Madiun sedangkan Markas Komando II berasal dari Batalyon 3000 di Kediri. Ada sebuah lagu yang berhasil digubah oleh para pelajar, khususnya ketika Malang sudah direbut tentara Belanda pada 31 Juli 1947. Liriknya sebagai berikut: “Mari kawan-kawan menuju Kota Malang/yang telah lama terpaksa kita tinggalkan/Mari rebut kembali dari tangan musuh/mari kita serbu kita halau dengan musnah/Hai pemuda-pemuda harapan bangsa/ Ingat kewajiban Kota Malang menanti sudah, pahlawan jang perwira/tabahkan hatimu/tiada gentar dwiwarna harus berkibar pula di Malang yang megah.”

Para korban yang gugur tersebut dikubur oleh sekelompok orang yang ditawan Belanda dalam satu lubang yang tidak jauh dari markas TRIP di Jl. Salak yang kini telah dirubah menjadi Jl. Pahlawan TRIP. Untuk mengenang dan menghargai jasa dan pengorbanan para pejuang yang gugur tersebut, dibangun sebuah monumen Pahlawan TRIP. Monumen dan Taman Makam Pahlawan TRIP ini terletak di Jl. Pahlawan TRIP, sebelah utara Museum Brawijaya Malang. Peresmian taman makam pahlawan TRIP ini dilakukan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1959. ( Hadi , 1997:89)

 2.      Nasionalisme Pelajar di Tengah Arus Globalisasi

Pelajar adalah generasi muda penerus bangsa yang wajib memiliki nasionalisme, karena  penerima tongkat estafet dari generasi penerus tua. Generasi  muda merupakan agent pembaharu masa depan bangsa. Presiden Soekarno pernah menyatakan, “ Beri aku 10 pemuda akan ku guncang dunia”,. Bangsa yang terkikis rasa nasionalisme, akan menjadi yang lemah dan kropos. Semangat motivasi untuk berkontribusi atau berkorban  terhadap bangsa akan terkikis hingga akhirnya hilang. Sejarah membuktikan runtuhnya berbagai bangsa di dunia  akibat hilangnya rasa mencintai tanah air dan persatuan. Disinilah urgensi dari nasionalisme yang harus tetap ditanamkan dan tertanam dengan baik di dada para generasi muda.

Kesadaran akan urgensi loyalitas kepada bangsa harus tertanam dengan baik. Kesetiaan bukan hanya tercetus di lisan, tetapi harus terejawantahkan dalam praktik nyata berbangsa dan bertanah air. Mencintai bangsa dengan sepenuh jiwa  dan memberikan pengorbanan terbaik demi kelangsungan bangsa. Pengejawantahan nasionalisme antara generasi pendahulu dengan sekarang memang berbeda, jika pada pada zaman dahulu  dengan tajamnya bambu runcing dan senjata sederhana untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Namun sekarang dapat menggunakan tajam pena pemikiran melalui pemanfataan teknologi informasi. Media online, ruang sosial media, gadget, dan bermacam teknologi lain dalam membangun bangsa ini menjadi negara yang kuat, berdaulat, bermartabat, dan bermanfaat bagi rakyat dan dunia internasional.

Setiap zaman melahirkan generasi yang berbeda sesuai dengan jiwa zaman masing-masing, berbeda kompetensi dan juga karakternya. Dari sisi kompetensi generasi sekarang lebih hebat dari generasi pendahulu, berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai sudah melebihi kompetensi generasi pendahulu. Namun dari sisi karakter mungkin mengalami kemunduran. Karakter yang dimaksud adalah karakter nasionalis, integritas, gotong royong, religious, dan mandiri.  Arnold Toynbee menyatakan dalam  dalam teori “Challenge and Response”  kebudayaan (jasmani dan ruhani) yang  nampak  adalah hasil respon – jawaban – dari tantangan zamannya.

Generasi milenial adalah  generasi yang lahir dari tahun 1981 sampai dengan 1994. Mereka adalah orang – orang yang berusia produktif  dan konsumen pada saat ini. Generasi milenial sering disebut  generasi zaman now atau Y. Generasi ini dilahirkan bersamaan dengan lahirnya teknologi baru sehingga berpengaruh  pada pola pikir dan pola hidup. Salah satu bentuk perubahan  nyata adalah  pergeseran budaya komunikasi dan akses informasi.  Sifat individual, acuh , kesopanan dan rasa hormat, nilai moral, kepekaan  dan gaya interaksi mulai memudar.

Generasi milenial hidup di era baru, era tanpa penjajahan, karena kemerdekaan telah diperjuangkan dan diraih oleh generasi muda Indonesia di masa lalu. Seyogyanya generasi sekarang menghargainya dengan menjadi generasi muda yang memiliki jiwa dan rasa nasionalisme tinggi.  Jangan sampai menjadi generasi muda yang merasa berada di zona nyaman tanpa ada rasa nasionalisme.

Kota Malang memiliki banyak sekali monumen bersejarah yang sudah sudah dibangun dikenang dan diteladani perjuangannya. Ada sekitar 12 monumen, yaitu; Monumen Tugu Malang  untuk mengenang sambutan masyarakat  Malang terhadap proklamasi kemerdekaan, Monumen Melati  untuk mengenang sekolah darurat dalam pembentukan Tentara Keamanan, Monumen Juang ’45 untuk mengenang perjuangan rakyat dalam melawan penjajah, Monumen Tentara Genie Pelajar untuk mengenang perjungan TGP (Tentara Genie Pelajar) tahun 1947, Monumen Pahlawan TRIP untuk mengenang pahlawan muda TRIP, Monumen Pesawat MIG-17 untuk mengenang perjuangan TNI AU dalam Operasi Mandala merebut Irian Barat, Monumen Hamid Rusdi untuk mengenang tokoh Hamid Rusdi dalam melawan penjajah Belanda, Monumen Chairi Anwar untuk mengenang  tokoh ini dalam merumuskan pembentukan KNIP,  Monumen Perjuangan KNIP mengenang tempat pembentukan KNIP, Monumen Brimob untuk mengenang penyerbuan pasukan Belanda terhadap anggota Mobile Bigrade RI, Monumen dr. Saiful Anwar  untuk mengenang peran rumah sakit militer pada masa kemerdekaan, dan Monumen  Jendral Sudirman untuk mengenang kegigihannya dalam mempertahankan kemerdekaan.

Dari sekian monumen  yang didirikan oleh pemerintah tidak banyak  generasi muda sekarang yang mengetahui tentang peristiwa yang terkait dengan monumen itu. Miris memang, jika mengetahui dan menyadari kenyataan tersebut. Generasi sekarang yang asik dengan dunianya sendiri dan asik di zona nyaman dengan semakin menipis rasa nasionalismenya. Begitu besar pengaruh globalisasi terhadap perubahan pola pikir generasi, sehingga melahirkan generasi yang apatis atau tidak peduli dengan nilai-nilai nasionalisme. Rasa nasionalisme bangsa Indonesia memang sedang diuji, oleh karena itu untuk menjawab ujian itu perlu ada upaya agar rasa nasionalisme dapat tumbuh kembang kembali seperti generasi pendahulu.

3.      Penanaman Nasionalisme Sejak Dini

Nasionalisme menjadi syarat mutlak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,  karena rasa nasionalisme mampu membentuk kesadaran bagi seluruh rakyat Indonesia tak terkecuali generasi muda untuk memiliki sikap setia kepada bangsa dan negara. Dengan sikap nasionalisme akan mendorong generasi muda berkontribusi kepada negara tanpa adanya paksaan.

Perasaan nasionalisme  bangsa  pada masa perjuangan  begitu besar, seperti magnet yang mampu mempersatukan segala macam perbedaan dan bergerak bersama meraih cita-cita bangsa. Hal –hal yang mendorong nasionalisme seperti mantra sakti pada masa itu antara lain; nasionalisme terbungkus dalam persamaan perasaan tertindas, keinginan yang sama ingin merdeka, memiliki musuh yang sama, dan keteladaan tokoh-tokoh nasional.  Tokoh- tokoh teladan mampu mensugesti mereka melalui orasi-orasi mereka, misalnya orasi BungTomo yang menyatakan,”Djanganlah  merountjing-rountjingkan hak lebih dahoeloe akan tetapi penoehilah kewadjiban sebagai warga Negara Indonesia”(Berdjoeang, 18 Maret 1946).

Penanaman jiwa nasionalisme kebangsan kepada generasi muda dapat memberikan kontribusi positif, guna mewujudkan Indonesia lebih sejahtera dan menangkal segala macam bentuk ancaman yang dapat mengganggu keutuhan NKRI. Nasionalisme adalah suatu keharusan bagi generasi muda, karena penerima tongkat estafet kepemimpinan di masa yang akan datang. Cara paling strategis dalam membangun semangat nasionalisme generasi muda adalah melalui pendidikan. Penanaman pendidikan karakter sejak dini menjadi kunci dan pintu utama dalam menumbuhkan kembali rasa nasiolisme bangsa ini.  Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya (Samani, 2011). Diantara pendidikan yang dapat dilakukan antara lain ;

a.       Literasi Sejarah lokal Perjuangan TRIP Kota Malang

Pada saat ini banyak generasi muda yang lebih mengenal tokoh-tokoh selebritis baik dalam negeri maupun luar negeri daripada tokoh-tokoh pejuang lokal. Oleh karena itu pengenalan tokoh sejarah  lokal yang sangat berperan dalam perjuangan melawan penjajah perlu digalakkan. Penyediaan buku sejarah lokal di perpustakaan perlu ditingkatkan dan dijadikan media  literasi sekolah.

b.      Pembiasaan menyanyikan ragam lagu Nasional dalam lembaga pendidikan

Lagu memiliki daya yang kuat  dalam mempengaruhi jiwa  seseorang, sehingga pada masa demokrasi terpimpin Presiden Soekarno melarang dan mengecam keras lagu-lagu melankolis yang melemahkan jiwa. Presiden menyebutkan lagu ngik-ngok-ngik-ngok. Ironis pada saat ini banyak generasi muda bahkan anak kecil yang tidak hafal lagu nasional. Banyak anak kecil yang justru hafal lagu-lagu dewasa. Oleh karena itu, perlu dibiasakan dan wajib mengahafal lagu-lagu nasional untuk menggugah semangat nasionalisme.

c.       Menuliskan kembali biografi tokoh pejuang TRIP kota Malang

Pelaksanaan tugas tidak terstruktur pada kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran tertentu. Pada setiap Penilaian Tengah Semester  (PTS) dibuat kebijakan bentuk penilaian berupa menuliskan kembali tokoh – tokoh pejuang lokal dalam meraih kemerdekaan. Kebijakan bentuk penilaian ini diharapkan dapat menggungah semangat nasionalisme pelajar. Melalui media menulis kembali biografi tokoh,  pelajar akan menemukan nilai nasionalisme, dan keteladanan pada tokoh, sehingga berharap mampu mengispirasi mereka untuk lebih banyak berkontribusi dalam mengisi kemerdekaan.

d.      Teatrikal Kesejarahan Perjuangan TRIP Kota Malang.

Teatrikal adalah kegaiatan sandiwara yang dipertontonkan untuk banyak orang  dengan tujuan memberikan penjelasan yang langsung dapat dipahami dan mengena  pada penenton tentang pesan yang akan disampaikan. Penyampaian teatrikal peristiwa sejarah yang heroik kepada peserta didik akan sangat efektif dalam menumbuhkan rasa nasionalisme pada diri siswa. Hal ini dikarena seakan-akan siswa diajak berkelana ke alam masa lampau dengan segala pengkondisian tempat dan situasi baik yang  sebagai penonton maupun pelaku teatrikal. Secara konsep pembelajaran akan sangat mengena dan membekas pada diri siswa.

e.       Berkunjung ke tempat Monumen TRIP Kota Malang

Peristiwa merupakan peristiwa yang terjadi pada masa lampau, dimana kita sebagai generasi penerus tidak mengalami secara langsung peristiwa tersebut, secara kejiwaan seakan ada  jarak jiwa zaman yang berbeda. Namun dengan berkunjung secara langsung ke tempat/situs tersebut sudah barang tentu  jiwa kita akan terbawa dan merasakan seakan peristiwa tersebut  secara waktu (temporal) kita hidup se-zaman.

f.       Wawancara dengan tokoh pejuang TRIP Kota Malang

Wawancara secara langsung akan lebih efektif dalam proses mengkontruksi pengetahuan dibandingkan pelajar membaca biografi seorang tokoh pejuang. Sehingga penumbuhan nasionalisme akan efektif apabila pelajar melakukan wawacara langsung dengan para pelaku sejarah.

Demikian peranan Monumen TRIP Kota Malang dalam proses penanaman fundamental nasionalisme bagi pelajar di era milenial yang mulai tergerus perkembangan zaman.

  

DAFTAR RUJUKAN

 

Asmadi, Sangkar dan Pena, 1980, Jakarta : Indira

Berdjoang, 1945-1946

Hadi, Nur dan Sutopo, Perjuangan Total Brigade IV Pada Perang Kemerdakaan Di Karesidenan Malang, 1987, Malang : IKIP Malang

Samani, M. dan Hariyanto.Konsep dan Model Pendidikan karakter.2011. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Komentar